sepak bola wanita yang kalah saing dari sepak bola pria

 

PENDAHULUAN

Asal mula permainan sepak bola berasal dari China kuno  abad ke-2 sampai ke-3 SM. Saat itu, sepak bola dikenal dengan nama Tsu Chu. Tsu berarti menendang bola dengan kaki, dan Chu adalah bola yang terbuat dari kulit dan berisi.

Sepak bola pada zaman dahulu dimainkan oleh para prajurit sebagai latihan fisik dan juga hiburan saat ulang tahun kaisar China.

Bola yang digunakan dalam olahraga ini terbuat dari kulit, dan jaringnya dibuat dari tongkat bambu.

Permainan olahraga sepak bola kemudian berkembang di berbagai negara lainnya, seperti di Jepang, Romawi, Inggris, Meksiko, Amerika Tengah, hingga ke Mesir Kuno.

Dimulai  sejarah sepak bola modern dimulai dari Britania Raya yang ditandai dengan berdirinya sebuah organisasi asosiasi sepak bola.

Pada tahun 1863, diadakan pertemuan oleh 11 wakil dari perkumpulan sepak bola yang ada di Football Association Freemason’s Tavern (London-Inggris).

Hasil dari pertemuan tersebut adalah penetapan seri peraturan tunggal permainan sepak bola.

Peraturan tersebut kemudian diikuti oleh asosiasi sepak bola Wales, Skotlandia, dan Irlandia.

Selanjutnya, keempat asosiasi ini membentuk International Football Association Board (IFAB) untuk dapat mengkoordinasi peraturan sepak bola dunia.

Dan seiring  zaman Sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer di dunia. Sayangnya, dewasa ini

sepak bola masih diidentikkan sebagai hal yang berbau maskulin (Wardhani, 2014).

Sehingga, ketika ada perempuan yang terlibat menjadi pemain sepak bola selalu dianggap

sebagai hal yang unik, aneh, tidak biasa, bahkan masih ditabuka

Sepak bola merupakan olahraga yang sangat keras dan kasar dalam permainannya.

Pemain sepak bola dituntut untuk berlari, merebut bola, berbenturan dengan lawan,

berjibaku di lapangan dan lain sebagainya. Hal inilah yang membuat masyarakat patriarki

menganggap sepak bola hanya cocok dimainkan oleh laki-laki, karena perempuan dianggap

sebagai makhluk yang lemah. Kendati demikian, dewasa ini, perempuan mulai meminati

sepak bola dengan mulai bermunculannya pemain sepak bola perempuan namun banyak

kalangan dari berbagai pandangan masyrakat   bahwa sepak bola wanita itu lemah dan daya tarik yang kurang dari sepak bola pria

Pada sekitar tahun 1921, diadakan pertandingan sepak bola perempuan di Everton,

Inggris. Diadakannya pertandingan tersebut cukup mengejutkan karena respon dari pecinta

sepak bola ternyata sangat besar dengan sekitar 53.000 penonton yang hadir menyaksikan

pertandingan ini. Melihat fenomena ini, FA merespon dengan cepat. FA mengganggap

sepak bola perempuan akan menjadi pesaing sepak bola pria. Oleh karena itu mereka

membuat kebijakan bahwa sepak bola perempuan tidak boleh dimainkan di Inggris dengan

alasan sepak bola sangat tidak cocok untuk perempuan

 

hingga Pada tahun 1970, seiring dengan dicabutnya peraturan pelarangan sepak bola untuk

perempuan di berbagai penjuru negara Eropa, sepak bola perempuan mulai ramai

digandrungi lagi, mulai anak-anak sampai orang tua sekalipun namun tidak luput masalah dari kontrofersi dari berbagai pihak

seperti perbedaan kualitas tim pria dan wanita,intestitas pertandingan,fisik dan gaji antara pemain pria dan wanita

yang menciptakan kecemburuan antara pihak pemain hingga ke federasi

bahkan  terjadi pertandingan uji tanding tim pria all star menghadapi tim prempuan untuk menujukan kualitas pemain yang hasilnya pertandingan tersebut di menangkan pria

hal itu terjadi oleh karena berbagai hal

persepsi masyarakat

Masalahnya adalah persepsi masyarakat yang sudah terbangun sejak lama terhadap sepak bola ini juga pada saat bersamaan membuat sepak bola cenderung diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Akan tetapi, realitasnya laki-laki dan perempuan memanglah dua gender yang berbeda. Dengan menyadari perbedaan tersebut, justru seharusnya bisa membuat kita menyikapi lebih baik dan menghilangkan diskriminasi yang masih ada hingga saat ini.

PERBEDAAN FISIK MENCOLOK

Meskipun stigma dan diskriminasi terhadap perempuan sudah menyurut dari

waktu ke waktu, ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri apalagi dalam konteks olahraga yaitu adanya perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan. Bukannya untuk membandingkan siapa yang lebih jago atau superior, melainkan dengan

melihat perbedaan ini, seharusnya kita dapat bersikap lebih adil dan setara.

MENYIKAPI ATURAN MAIN

Perlu diketahui bahwa meski secara fisik badan dan stamina perempuan lebih rendah, selama ini ukuran lapangan, waktu bermain, lebar gawang, sampai ukuran bola yang digunakan di sepak bola perempuan disamakan dengan sepakbola laki-laki.

 

Penyamarataan aturan ini jarang diterapkan di olahraga lain. Bola basket misalnya. Jika kita lihat aturan antara NBA dan WNBA terdapat perbedaan aturan antara pertandingan yang dimainkan laki-laki dan perempuan. Dalam WNBA, pertandingan dimainkan dalam waktu yang jauh lebih singkat, ukuran lapangan yang lebih kecil, dan ukuran bola yang lebih kecil pula.

 

Hal ini berbanding terbalik pada olahraga sepakbola yang mengharuskan pemain perempuan harus serba bisa dan dipaksa untuk beradaptasi dengan standar yang dibuat dan diperuntukkan bagi para pemain laki-laki sehingga tidak jarang kita temui pemain sepakbola perempuan yang kesulitan dengan aturan yang “dipaksakan” ini.

 

Padahal, menurut jurnal yang dirilis oleh Pedersen (2019) yang berjudul Scaling Demands of Soccer According to Anthropometric and Physiological Sex Differences: A Fairer Comparison of Men’s and Women’s Soccer, dinyatakan bahwa jika pemain laki-laki dihadapkan pada tantangan yang sama seperti itu, mereka pun akan mengalami kesulitan yang sama.

 

PERBEDAAN SENI DAN STRATEGI

Dengan semua perbedaan fisiologis ini dan penerapan aturan yang sama dengan sepak bola pria, tentunya ada perbedaan dalam hal gaya bermain antara sepak

 bola laki-laki dan perempuan. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh Opta, FA Women Super League – liga sepak bola profesional Inggris memiliki rerata tendangan jarak jauh yang lebih tinggi dibanding laki-laki meskipun umumnya perempuan memiliki shoot power yang lebih lemah dibanding laki-laki. Di sisi lain, pemain sepak bola perempuan juga lebih sering kehilangan bola dan jarang melakukan permainan high pressing yang butuh stamina tinggi.

 

hal ini bukan berarti sepak bola perempuan jadi monoton dan nggak seru. Malah dengan adanya perbedaan ini, sepak bola perempuan cenderung mencari jalan lain yang membuat permainan sepakbola mereka lebih otentik dan indah untuk disaksikan sehingga jalannya permainan akan berlangsung dengan mengandalkan “seni” dan skills. Hal ini menjadikan sepak bola wanita memiliki permainan umpan

antar kaki ke kaki yang lebih terarah dan bermain dengan lebih tenang.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh ai dalam bidang seni dan dunia kreatif

kerangaka teoritik penelitian tentang pengaruh film dan tontonan untuk masyrakat dan utama anak - anak

literarture review jurnal